Jumat, 30 Desember 2011

Refleksi diri

Seiring berjalannya waktu, dosa-dosa pun menumpuk. Bagaikan kaca yang penuh dengan noda-noda hitam Walaupun kecil namun tatkala banyak , tertutup juga Tak bisa kugunakan bercermin. Tingkah polah kita terkadang membuat sakit orang lain Mengurangai tabungan amal yang kita kumpulkan Asyik saat kita menumpuk dosa-dosa Dengan berkata yang tidak semestinya tentangnya Cermin itu lama tak ku usap Hingga tebal debu menutupinya Basuhlah dengan sedikit air mata Bersihkan cermin dari nista Adakah masih tersisa Jikalau kita rutin membersihakannya Paling tidak 5x sehari terbasuh airmata Cermin bersih perilaku tertata sesuia norma Kuncup bunga bermekaran dihalaman Saat hujan menyirami bumi Rumput ikut tumbuh mendampingi sang bunga Bersama seiring, berjalan menikmati indahnya mentari

Kamis, 15 Desember 2011

AYAH AYAH AYAH

AYAH kini kau telah tiada beristirahat dari hiruk pikuknya dunia sedikit bicara banyak bekerja sederhana,jujur dan apa adanya tak banyak mengeluh atas segala mengajari kami dengan diam mu perhatian dan penyayang tetangga menjadi sayang kini engkau diam menunggu Walau jauh namun dekat dihati kumerindu ayahku yang telah tiada kau telah membimbing kami menunjukan jalan terbaik untuk kami sabarmu merawat kami mengajari kami menuntun kami membimbing kami saat jatuh saat sakit saat sedih saat kecewa Engkau selalu ada di hatiku dan kuberdoa untukmu semoga kebahagiaan dan rahmah Alloh swt menaungi hari-harimu di alam sana. ku kan berusaha mnejadi anak yang dapat dibanggakan dihadapan Alloh swt. Insya Alloh

Kamis, 08 Desember 2011

Syair Kehidupan…

Artikel Lepas 8/12/2011 | 13 Muharram 1433 H | Hits: 414 Oleh: Muhammad Hilmy Alfaruqi
dakwatuna.com - Aku masih saja sulit untuk memejamkan mata. Sudah pukul dua pagi kulihat jam di dinding kamarku. Sebuah pertanyaan yang membuatku tidak bisa tidur malam itu. Tentang kehidupan. Ya, kehidupan. Kuperhatikan beberapa temanku dalam kesehariannya disibukkan dengan bermain PlayStation. Sebagian yang lain begitu bersemangatnya men-download film-film dan musik. Ada juga yang sangat gemar bermain game online, Facebook, dan lain-lain. Segelintir yang lain tidak pernah puas membicarakan mobil dan motor hasil modifikasi. Di samping itu, ada sedikit teman, terhitung dengan jari sebelah tangan, memiliki hobi membaca dan menulis. Ada juga yang sibuk di organisasi kampus ataupun dakwah. Sebagian yang lain juga ada yang sibuk dalam urusan-urusan agama. Mereka semua itu teman-teman satu angkatanku di kampus. Semua punya kesibukan yang berbeda-beda selain kuliah. Itulah yang aku pikirkan. Ya, hidup itu sebuah pilihan. Pilihan. Dalam setiap detik yang kita lalui merupakan sebuah pilihan. Setiap detik yang kita lewati akan memiliki akibat pada detik-detik selanjutnya. Yang masih menjadi tanda tanya bagiku, apa yang mendasari orang-orang itu menentukan pilihan hidupnya dalam setiap detik yang dilaluinya. Apa yang mendasari sebagian teman-temanku yang kerjanya hanya bermain-main? Apa pula yang mendorong sebagian temanku yang lain untuk sibuk di berbagai kegiatan organisasi kampus? Aku tidak ingin mencampuri, tapi aku rasa mereka pun memiliki alasan-alasan kuat dalam menentukan langkah apa yang harus di ambil dalam setiap detik hidup mereka.
Tapi aku masih tetap tidak dapat menutup rapat kedua kelopak mataku. Kedua mataku masih terbuka. Masih berpikir satu hal, tentang sebuah nasihat yang aku dengar dari ceramah Jum’at kemarin di masjid kampus. Tentang tujuan hidup. Di dalam ceramah itu disampaikan oleh Sang Khatib bahwa Allah menciptakan kita tidak lain hanya untuk beribadah. Hanya untuk ibadah. Titik. Tidak ada pilihan lain. Tidak ada pilihan kedua. Hanya satu. Ibadah. Ayat yang disampaikan oleh Sang Khatib, menurutku hampir semua orang Islam sudah mengetahuinya. Tapi apakah mereka benar-benar memahami maksud ayat tersebut? “Banyak orang mengetahui persamaan Einstein bahwa E=mc2. Tapi apakah mereka paham esensi persamaan tersebut?” “Kita tahu bahwa tujuan penciptaan kita adalah hanya untuk ibadah kepada Allah. Tapi apakah kita paham esensi frase ‘hanya untuk ibadah’?” lanjut Sang Khatib. “Bahkan ketika kita shalat menghadap Allah pun, kita sering tidak sadar apa yang kita lakukan. Hanya sebuah rutinitas. Kita lupa apa tujuan kita dalam shalat.” “Jika dalam shalat saja kita lupa apa tujuan kita, apalagi dalam kegiatan-kegiatan kehidupan kita yang lain?” Selama ceramah itu, aku hanya bisa menangis. Malu. Mungkin apa yang aku rasakan juga dirasakan oleh jamaah yang lain. “Berapa kali kita shalat dalam sehari? Sudah berapa tahun kita shalat? Berapa kali kita benar-benar sungguh-sungguh dalam shalat kita?” Sambung Sang Khatib. “Sekali lagi, saya mengingatkan diri saya pribadi dan juga jamaah sekalian, detik demi detik kehidupan kita hanya untuk Allah. Dalam tiap desah nafas yang terhembus, beribadah kepada-Nya, dalam tiap degup jantung yang tercurah, beribadah kepada-Nya. Di setiap epidermis yang terkulik, hanya untuk-Nya.” [1] Pertama kali dalam hidupku menghadiri ceramah Jum’at yang membuat sebagian jamaah meneteskan air mata. Pun demikian dengan Sang Khatib. Khutbah pun ditutup dengan doa yang diiringi dengan air mata. Aku teringat pesan Hadid, sahabatku, “Belajar itu ibadah, bekerja itu juga ibadah, makan dan tidur pun ibadah, makanya niatkan semuanya ibadah karena Allah. Misalnya mau belajar, niatkan dalam hati bahwa belajar itu untuk mendapatkan ridha Allah, jangan lupa Bismillah juga dalam setiap aktivitas kita …” Jika semua yang kita lakukan dalam tujuan ibadah kepada Allah, aku jadi berpikir, ketika kita nonton film, mendengarkan musik, bermain PlayStation, game online, Facebook, dan lain-lainnya, apakah mungkin hal-hal tersebut dalam kerangka ibadah? Setidaknya kita lupa kepada Allah saat melakukan aktivitas tersebut. Pas lagi shalat aja lupa sama Allah, iya kan?
Dulu pernah suatu waktu Hadid mendapatiku bermain Winning Eleven di PlayStation. Tiba-tiba dia bilang, “Udah maennya, udah satu jam lebih lho… Sayang waktunya,” Hadid juga punya PlayStation di kamar kosnya. Tapi sepertinya jarang disentuh olehnya. “Bentar lagi bro, refreshing nih. Lagi BT gw…” jawabku. “Inget, Bro, hanya dengan mengingat Allah hati jadi tenteram… Orang-orang beriman itu banyak mengingat Allah… Jadi, orang-orang beriman itu hatinya senantiasa tenteram… Bener ga? Gitu kan logikanya?” “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” QS Ar Ra’d : 28 “Iya Pak Ustadz. Bawel bener …” Sanggahku. Hadid pun tersenyum. Ikhwan wa Akhwat fillah yang dirahmati Allah, Kita sudah tidak asing lagi dengan surat adz Dzariyat ayat 56, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” Tapi dalam penyampaian ayat tersebut seringkali dilupakan oleh kita dua ayat setelahnya, yaitu ayat 57 dan 58. “Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah sama sekali tidak membutuhkan jin dan manusia, tetapi justru jin dan manusialah yang sangat membutuhkan Allah dalam segala keadaan. Ibadah yang kita lakukan pun itu untuk kita sendiri. Untuk menyelamatkan diri kita dari adzab Allah. Untuk menggapai rahmat dan ridha Allah SWT. “Wahai anak Adam, luangkanlah waktu untuk beribadah kepada-Ku, Aku akan memenuhi hatimu dengan kebahagiaan dan Aku akan menutupi kafakiranmu. Dan jika kamu tidak melakukannya, maka Aku akan mengisi hatimu dengan kesengsaraan dan Aku tidak akan menutupi kefakiranmu.” (HR Ahmad) Ikhwan wa Akhwat fillah, semoga kita selalu istiqamah di jalan-Nya … Tidak penting menjadi orang penting, tidak penting menjadi orang terhormat, yang penting adalah kita menjadi hamba Allah yang taat … [2] Siapapun kita, manajerkah kita, pemilik perusahaankah kita, seorang gurukah kita, seorang pekerjakah kita, seorang pelajarkah kita, seorang ibu rumah tanggakah kita, presidenkah kita, dan sebagainya dan sebagainya, apapun jabatan dan kedudukan kita, kita adalah hamba Allah SWT… Jika kita seorang manajer, jadilah seorang manajer yang taat kepada Allah. Jika kita seorang wakil rakyat, jadilah wakil rakyat yang taat kepada Allah SWT… — Catatan kaki: [1] Nasihat drg. Deasy Rosalina [2] Dik Doank, Tabligh Akbar KMI Korea Selatan 2010 Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/16603/syair-kehidupan/#ixzz1g0KR26oK

Rabu, 07 Desember 2011

Kuliah Alternatif Otodidaktor

Senin, 07 Juni 2010
Tulisan Salah Satu Otodidaktor KAO
Manusia Visioner Abad Modern

Ada sebuh ungkpan yang cukup menarik, kalau mau merubah sejarah yang ada maka proses yang dilakukka adalah menempatkann ide sebagai ujung tombak perubahan. Dengan kata lain proses perubahan social ditetentukan dari idea yang bersumber dari imajinasi akal, dan idea itulah yang nantinya akan menentukan jalannya sejarah dimasa depan. Pendapat ini berdasar pada analisis Max weber bahwa idea yang merupaan bagian dari pikiran ala bawah sadar yang akan mengahislkan sesuat, ide yang akan menciptakan atau mewujudka cita-cita seseorang sebab ide bersumber dari kemauan diri manusia. Apa dan bagaimana bentuk kehidupan dimasa akan datang semua tergantung dari keeradaan idea atau kemampan pikiran untuk menggambarannya. Itu menrut weber.
Dengan kata lain ide yang tergambarkan untuk masa depan disebut dengan visi. Visi adalah gambaran atau visualisasi tentang masa depan yang ingin kita raih,sepeti penjealasan sebelumnya. Atau dalam bahasa sederhananya visi juga bisa berarti niat.
Bicara tentang visi ada sebuah kisah menarik tentang 2orang tukang kayu,sebut saja joko dan jiki. Dua-duanya sama – sama berprofesi sebagai tukang kayu. Namun ketika 15 tahun kemudian si JOko sudah memiliki usaha moulding sendiri sementara si Jiki masih hidup dengan kehidupananya sebagai tukang kayu. Apa yang menjadi perbedaan dari mereka berdua. Perbedaannya adalah Si Joko memlik visi dalam pekerjaannya bawa kelak ia akan memilki usaha sendiri dari pekerjaannya sekarang, sementara si Jiki hanya terlalu sibuk dengan pekerjaanya sehingga sampai tidak sempat untuk berimajinasi.
Cerita singkat diatas hanyalah contoh, keinginan atau visi yang berawal dari ide dalam pikiran yang akhirnya merubah nasib seseorang. Si Joko sudah memproyeksikan bahwa dimasa depan ia akan memiliki kehidupan yang jauh lebih baik, dengan mempunyai visi yang matang dan ternyata benar ia memiliki usaha moulding sendiri. Muncul pertanyaan kenapa visi begitu penting? Sebab visi bersumber dari alam bawah sadar kita, dan kita akan berupaya semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan visi kita tersbut. Manusia akan beruusaha mengejar kebahagiaan hidup untuk dirinya sendiri. Alasan lainnya sebab orang besar bukan hanya mereka yang hobinya bermimpi besar seperti kata david j. Schwart tapi juga memiliki visi dalam hidupnya. Itulah manusia yang visioner. Semakin kita memlki visi dalam hidup kita akan memusatkan energy dan pikiran kita untuk mencapainya (endra k. prihadi).
Ada satu kasus menarik lagi, masih menurut studi dari weber karena saya termasuk salah satu pengagum Weber yaitu mengenai tesisnya etos kapitalisme dan semangat Kristen protestan. Menurtnya kapitalisme lahir dari semangat orang-orang protestant yang memilki kemauan untuk berubah secar drastis dan berani melawan pemikiran-pemikiran yang dogmatis.
Dalam kaptalisme terkenal dengan istilah pemkiran yang rasional, keterbukaan dan kemandirian serta kesederhanaan. Hal ini pulalah yang nantinya melahirkan modernisasi dalam segala bidang. Etos protestan menurutnya lahir akibat perlawana bentuk dogmatisme yang dianut dalam katolik. Dalam ajaran protestan ayat bibel boleh ditafsirkan secara bebas bagi si pembacanya, sementara dalam katolik tidak demikian, yang berhak menafsirkan bible hanya meraka yang mempunyai otoritas atau kedudukan tinggi dalam gereja, sehingga pemeluknya hanya menerima mentahnya apa yang disampaikan oleh gereja. Dalam protestan mereka diajarkan pula menanggung semua tanggung jawab secara mandiri,sebab mereka adalah manusia merdeka. Mereka menolak bentuk pemandegan pemikiran yang terjadi pada ajaran katolik yang membekukan kemampuan akal pemeluknya sehingga pemeluknya menjadi kaku, kalau bahasa sekarang menjadi katro, kampungan. Penolakan protestan inilah yang akhirnya menciptaka struktur social yang bertentangan dengan paham katolik gereja pada masa itu.
Mereka kaum protestant mengusung cara berpikiran terbuka dan luas serta bebas dari tekanan siapapun, manusia bebas berfikir mengenai apapun dan bebas untuk bertindak sebab manusia adalah makhluk yang merdeka sejak ia lahir. Pemikiran ini menjadi tersebar luas dan era ini dikenal dengan era Reinessance atau era pencerahan. Mereka mempunyi visi sendiri yaitu menjadi manusia yang bebas dan terbuka, anti terhadap segala dogmatisme pemikiran dan tindakan. Berdasar kasus tersebut Weber menganalogikan kemauan protestan sebagai bentuk dari penanaman ide dari pemeluknya sehingga mereka bisa membuat sejarah baru dalam dunia. Mereka memliki visi atau bentuk tentang bagiamana harusnya dunia ini,itulah the power of vision. Hanya saja visi atau idea mereka masih dalam bentuk kasar,hanya dalam bentuk perlawanan secara pemikiran belum menjadi visi yang terkonsep atau tersusun dalam sebuah rencana jangka panjang.
Itulah pentingnya visi, seperti yang telah dibuktikan oleh kaum Kristen protestan sehnga mereka bisa mengubah situasi pada masa itu. Dalam Islam sebenarnya diajarkan tentangs sebuah visi atau ide (ideology,konsep). Kehadiran Nabi Muhammad membawa sebuah visi dan misi. Misi nabi pada masa itu adalah membebaskan masyarakat dari kekejaman penguasa dan mencipatakan kehidupan masyarakat yang baru yang sesuai dengan ajran Tuhan . sementara visi beliau adalah kejayaan bagi Islam sebagai rahamat bagi alam semesta. Bisa dikata visi beliau adalah visi demi kemashlahatn ummat demi kebaikan bagi sesama manusia, bukan visi untuk memenuhi tujuan pribadi. Itilah visi yang semestinya diajarkan, itulah visi manusia secara social bukan lagi secara personal.
Bagiamaa memetakan visi tersebut agar dapat berjalan? Dalam mencapai visi tersebut perlu dibuat tahaan-tahapan tertulis untuk menapainya. Tahapan tertulis Itulah yag dinamakan dengan konsep. Bicara tentan konsep ada sebuah kisah menarik lagi, kali ini tentang penelitian yang dilakukan salah satu universtas dari Amerika Serikat tentang kehidupan 10 orang, yang memiki latar belakang berbeda. Mereka berasal dari jenjang sekolah yang sama. Ketika 25/30 tahun kemudian, hidup mereka semua tentu berbuah. Menariknya dari 10 orang tersbut hanya 2 atau 3 orang yang menjad pengusaha sukses dan menikmati masa tua dengan harta kekayaan mereka,semnetara sisanya hiudup dengan standar hidup yang pas-pasan. Setelah ditelisik lebih jauh ternyata yang menjadikan 3 orang tersebut berhasil adalah karena mereka memiliki program jangak panjang yang berdasarkan visi mereka masing-masing.
Mereka memiliki visi yang tertulis dalam program-program kehidupan mereka yang tersusun dengan rapi. Maka setelah kejadian ini berhasil diketahui oleh khalayak maka diambil kesimpulan bahwa salah satu factor kemajuan dari seseorang atau sebuah bangsa adalah memiliki visi yang jelas dan program jangka panjang yang terukur untuk mencapai visi tersebut.
Islam pun mengajarkan tentang pentingnya sebeuah konsep atau perencanaan jangka panjang. Dalam al-qur’an dijelaksan tentang lauful mahfudz yaitu buku kehidupan dari Allah swt yang dimana dalam buku tersebut takdir semua makhluk hidup serta jalannya alam semseta ini dijalankan. Itulah kehendak Tuhan yang diproyeksikan dengan penuh ketelitian dan perencanaan yang matang. Tuhan pun melakukan konsepisasi atau pemograman yang teratur dalam menjalankan dan mengatur alam semesta ini. Oleh karena itu sangat aneh jika masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama ( Islam ) tidak menjalankan apa yang dilakkan oleh Tuhan. Padahal Nabi sendiri bersabda,”berkakhlaklah kamu dengan akhlak Tuhan”.

Praktik Lebih Penting dari Teori
Selantnya adalah lakukan pemetaan pemrograman kehidupan seperti diatas. Langkahnya sederhana. Cukup sediakan kertas dan pulpen lalu tuliskan rencana-rencana jangka panjang apa yang ingin dihasilkan. Tuliskan rencana-rencana yang ingin dijalankan ditiap tahunnya dan sampai tahun berikutnya. Jika tidak mau terlalu banyak berfikir cukup buat rencana untuk beberapa bulan kedepan. Yang saya maksudkan disini adalah mebuat rencana untuk jangka waktu 6 bulan kedepan,setelah 6 bulan berlalu buat lagi rencana untuk 6 bulan begitu seterusnya. Perbdaan mencolok antara masyaraat ngara maju dengan masyarakat Negara berkembang adalah masyaraat Negara maju memiliki visi yang jelas serta perencanaan jangka panjang yang terukur rapi.
Saya pernah disindir dengan apa yang saya lakukan yaitu mmebuat konsep untuk rencana jangka panjang saya. Lalu kawan saya berkata, ” ah,itukan Cuma konsep. Paling-paling ga dikerjakan juga atau gagal”. Saya menjawab,” yah itu lebih jadi ketika gagal kita sudah punya gambaran kegiatan apa lagi yang akan kita lakukan,jadinya ga repot”.

Manusia Modern: visioner
Manusia modern adalah manusia yang memiilki kemampuan visioner yang baik. Menurut Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Rekayasa Sosial ada beberapa ciri dari manusia modern yaitu:
1. Mobility orientationt
Orang modern memiliki keinginan atau ambisius untuk naik pangkat atau memiliki tingkat hidup dan kekudukan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pergerakan untuk mencapai status itu disebut dengan mobilitas. Ketika masih menjadi pekerja suruhan ia memiliki keinginan kuat untuk menjadi piminan atau memliki usaha mandiri(ingat certa joko dan jiki)
2. Memiliki rencana jangka panjang
Selian itu mereka juga memiliki recana jangka panjang yang teratur dan terukur. Mereka teliti betul dengn perjalnana hiduo mereka dengan memasang target-target tertentu pada bulan dan tahun-tahun berikutnya.
3. Aktif berpolitik
Mereka juga aktif berpolitik. Mereka ada yang menjadi aktifis atau terjun langsung kedalam stuktur politik, sebab orang modern adalah mereka yang memiliki semangat untuk membuat perubahan dalam skala yang besar, bukan lagi berpikiran dalam lingkup yang sempit dan kecil. Orang yang pasif berpolitik dinamakan apatis(political apatic) dan apatis bertentangan dengan ciri manusia modern.

Pengalaman saya menjadi aktifis di organisasi Pelajar Islam Indonesia saya diajarkan betul tentang peran dan pentingnya sebuah visi dan rencana janga panjang. Visi yang tertuang dalam tujuan yang berbunyi kesempurnaan pendidikan, menandakan bahwa diperlukan upaya untuk memperoleh perangkat agar kesempurnaan pendidikan tersebut dapat telaksana. Kesempurnaan pendidikan dantarannya memberikan kemudahan faslitas dalam memperoleh pendidikan, khususnya bagi masyarakat kelas bawah.
Selain itu,dalam organisasi kita akan diajarkan bagiamana mengatur sebuah rencana atau program kegiatan yang lebih bersfiat social,bukan lagi rencana untuk kebutha kita secara pribadi. Itulah tanggung jawab sosia yang semestinya kita dapatkan dan kita hadapi,sebab manusia yang melupakan tanggung jawab sosialnya dia bukanlah manusia, tetapi makhluk lain dan kejam yang memiliki topeng berwujud manusia. Tidak salah memang Aristotels menamakan manusai sebagai zoon politicon, manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu kita perlu membangun sebuah visi namun bukan lagi visi untuk kepentingan pribadi, teapi visi yang disusun secara bersama untuk menjadikan masyarakat atau Negara ini menjadi Negara maju dan tidak lagi dianggap sebelah mata oleh Negara lain,itulah visi social(vision of society) yang harus kita tanamkan kepada generasi sesudah kta. Bukankah juga membanggakan kalau Negara kita menjadi Negara maju???

Baharunsyah Aktivis PII

Sumber :
1. Jalaludin Rakhmat.Rekayasa Sosial,refomasi,revolusi atu manusia besar,Rosdakrya,Bandung: 1999
2. Endra K.Prihadi,My Potency,Elex Media Komputindo,Jakarta: 2004

Berbangga Menjadi Diri Sendiri

Senin, 05 Desember 2011

oleh: Khairul Hibri


BUDAYA tiru-miniru sepertinya telah menjadi tren hidup masa kini. tidak sedikit orang yang tidak percaya diri dengan identitas mereka sendiri. Padahal ada pepatah mengatakan, “Menjadi kepala ikan teri itu jauh lebih baik, ketimbang menjadi ekor ikan hiu.”

Sebesar apa pun ikan hiu, manakala kita harus menjadi ekor, berarti kita harus mem’beo’ akan apa saja yang dilakukan oleh si-ikan hiu tersebut. Sebaliknya, ketika kita menjadi kepala ikan teri, maka kita lah yang akan menentuka arah perjalanan hidup kita sendiri. Kita akan memilih dan memilah jalan hidup tanpa harus dihantui perasaan minder atau sebagainya terhadap apa yang datang dari luar.

Sayangnya pesona besarnya ikan hiu, ternyata lebih menggiurkan sebagian masyarakat nigeri ini. Akibatnya, mereka selalu meniru apa saja yang datang dari luar diri mereka, tanpa harus berfikir panjang untuk menyaring terlebih dahulu, antara yang pantas ditiru dan yang ditinggalkan atau antara perkara primer dan skunder.

Kasus merebaknya gaya hidup hidonisme adalah buah yang harus kita terima saat ini karena mala-praktek gaya hidup yang kita terapkan. Bahkan terkait masalah ini, ada satu kejadian nyata yang sangat mengiris hati.

Betapa tidak? demi memiliki handphone Blackberry, seorang perempuan dengan ‘rela’ menjual harga dirinya. Kisah ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Dicky Candra, ketika dia menjadi salah satu juri dalam salah satu acara di stasiun TV sewasta. Na’udzubillah min dzalik.

Sikap membeo ini melahirkan fenomena inferior banyak orang. Kedatangan atlit bola LA Galaxy baru-baru ini sebuah contoh tragedi. Banyak gadis-gadis berjejal karcis bukan untuk melihat permainan bola. Tapi hanya ingin melihat wajah si bintang. “Habis cakep sih, “ ujar mereka. Pujian dan histeria dengan sesuatu berbau ''bule". Sampai-sampai ada artis bangga meminta diri tanda-tangan di dadanya. Dia juga bangga dikecup sang atlit yang bukan muhrimnya. Sungguh memilukan!

Nah, yang lebih membahayakan lagi, virus ini ternyata tidak hanya digandrongi oleh anak-anak muda semisal kasus di atas. Namun virus “membeo” ini juga telah menyerang para intelektual negeri ini, khususnya intelektual Muslim.

Berbahaya !!

Budaya meniru buta, atau dalam bahasa Arab disebut ‘Taqlidu Al-‘Amaa’, sejatinya sangat berbahaya bagi kita. Apa lagi kalau hal tersebut menyentuh wilayah keimanan. Bukan hanya di dunia kita merugi, namun di akhirat kita pun mendapatkan hal serupa.

Orang yang suka meniru-niru orang lain adalah cerminan orang yang tidak memiliki kepribadian tinggi. Dia mudah silau dengan apa yang dia temukan dari luar dirinya. Dia akan selalu terombang-ambing. Setiap muncul mode terbaru, maka setiap kali itu pula gaya hidupnya berubah. Tidak ada konsistensi dalam dirinya.

Tentu lah pribadi macam ini akan sulit menggapai kesuksesan. Sebab, salah satu rumus kesuksesan seseorang, dia harus menjaga kekonsistensiannya di dalam melakukan segala hal. Dalam istilah agama disebut dengan Istiqomah.

Nabi sendiri telah menegaskan dengan keras, agar kaum muslimin terhindar dari kebiasaan macam ini. Tidak tanggung-tanggung, melalui sabdanya, beliau mengecam umat Islam yang memiliki pola hidup macam ini, dan menetapkan mereka sebagai bagian dari kaum yang mereka ikuti.

“Man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhu.” (Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut). Demikian lah penegasan Rosulullah.

Selain itu, menetapkan diri sebagai objek penjajahan adalah beban lain yang harus ditanggung oleh orang yang ‘doyan’ tiru-meniru ini. Penjajahan terjadi dikarenakan dia tidak bebas mengekspresikan kepribadiannya. Dia selalu khawatir, takut, galau kalau-kalau dia akan dihina, dicemooh dikarenakan tidak mengikuti tren yang tengah berkembang. Ketakutan macam ini lah yang menyebabkan dia menjadi santapan empuk penjajahan dalam versi lain.

Anak-anak remaja kita malu jika tidak memiki pacar. Dia resah dengan gelar “jomblo”. Seolah-olah sebutan itu adalah aib dan mencemarkan nama baik keluarga. Padahal, identitas-identitas itu hanya tiruan dan turunan dari budaya pop Barat untuk menanamkan gaya hidup bebas.

Selanjutnya, sudah tentu mereka yang mengalami hal ini tidak akan merasakan kesenangan, ketenangan, kenyamanan, kebebasan sejati, sebab kepuasan yang mereka rasakan hanya bersumber dari hawa nafsu yang menguasai mereka. Padahal, kepuasaan sejati itu ada di hati.

Kita mengaku Muslim, tetapi tidak tahu sumber-sumber ilmu pengetahuan asli dari kandungan al-Quran. Kita bangga berbahasa Inggris, tetapi membaca Kitab Suci saja hanya terjemahan.

Ada sebuah cerita menarik yang terdapat dalam kitab “Qiraa’atu Al-Rasyidah”. Ceritanya, terdapat lah dua ekor keledai yang tengah melakukan perjalanan. Satu di antara keduanya membawa garam, dan satu yang lain membawa karang.

Singkat cerita, di pertengahan jalan keduanya menjumpai telaga. Karena merasa haus, si-keledai yang memikul garam langsung masuk ke telaga guna minum. Dan ternyata bersamaan dengan itu, garam yang berada di punggungnya sedikit demi sedikit mencair, sehingga semakin ringan lah beban yang ia pikul.

Menyaksikan fenomena tersebut, si-keledai yang membwa karang tanpa pikir panjang juga langsung menyebur pula ke dalam telaga. Harapannya tentu untuk menghilangkan rasa haus yang tengah mengerogotinya, dan meringankan beban yang sedang yang dipikulnya.

Namun apa yang terjadi kemudian? Bukannya tambah ringan, namun tambah beratlah bebannya tersebut, sebab karang yang dia bawa bukannya mencair, tapi justru penuh terisi air.

Semoga kisah unik ini menjadi inspirator kita untuk menjadi diri sendiri. Lalu apa kiatnya untuk menuju ke sana?

Kuncinya Syukur

Islam tidak pernah melarang penganutnya untuk bersikap anti-pati terhadap perubahan zaman. Namun untuk keselamatan, kita perlu melakukan proses adapsi yang artinya berusaha memilih dan memilah antara yang sesuai dengan syari’at dan yang menyalahinya. Yang sejalan boleh kita ambil. Namun terhadap yang menyeleweng, kita harus berani mengatakan “NO’. Sekali pun hal tersebut sangat menarik perhatian.

Demikian pula yang telah dilakukan oleh para ulama terdahulu dalam mengkaji penemuan-peenemuan ilmuan Yunani kuno. Sehingga mereka tidak pernah tersesat dikarena mendalami/menyelami peradaban Barat tersebut. Istilahnya, para ulama belajar ilmu Barat, namun mereka tak harus menjadi Barat atau kebarat-baratan.

Kemudian, kata syukur menjadi kata kunci untuk menjadi diri sendiri. Kita memang banyak kekurangan, tapi jangan sampai kekurangan tersebut menjadikan kita minder dalam menatap kehidupan. Syukuri segala apa yang ada di tanggan kita dan berusaha memaksimalkannya untuk menghasilkkan sesuatu yang terbaik.

Khususnya bagi kaum muslimin, cukup lah kita bangga dengan Islam, sebab Islam sendiri telah menduduki posisi kemuliaan. jangan pernah kita silau dengan apa yang datang dari luar, karena baik bagi orang lain, belum tentu bagi kita, lebih-lebih ditinjau dari sisi syari’atnya.

Suatu ketika Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu ditanya, ”Keturunan siapa Kamu ?” Salman yang membanggakan keislamannya, tidak mengatakan dirinya keturunan Persia, tapi ia mengatakan dengan lantang, ”Saya putera Islam.” inilah sebabnya Rasulullah saw mendeklarasikan bahwa, ”Salman adalah bagian dari keluarga kami, bagian dari keluarga Muhammad saw.”

Dengan kata lain, saatnya kita semua berkata, “Isyhadu bi ana muslimun.”(saksikanlah, aku adalah seorang muslim).

Di antara cara syukur kita sebagai seorang Muslim adalah menunjukkan identitas kemusliman kita, nilai-nilai kita dan gaya hidup kita yang berbeda dengan gaya hidup yang lain.*

Penulis anggota Asosiasi Penulis Islam (API) Indonesia
Red: Cholis Akbar

Selasa, 06 Desember 2011

Serba-Serbi Bulan Muharram

Diposting oleh admin ⋅ 25 November 2011 ⋅ Kirim buletin ini Kirim buletin ini ⋅ Cetak buletin ini Cetak buletin ini ⋅ Kirim komentar

At Tauhid edisi VII/46

Oleh: Rizki Amipon Dasa

Hendaknya kita merasa cukup dengan ajaran Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau, dan sejelek-jelek perkara dalam agama adalah amalan ibadah baru yang diada-adakan.

Keutamaan Bulan Muharram

Bulan Muharram termasuk bulan yang disucikan Allah ta’ala. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mensifati dan menisbatkannya kepada Allah dengan menamainya sebagai “syahrullah al muharram” (bulan Allah Al Muharram). Hal ini menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan ini di sisi Allah ta’ala, karena tidaklah Allah menggandengkan sesuatu dengan nama-Nya kecuali dengan makhluk-Nya yang istimewa.(Lathaiful Ma’arif hal 70, karya Ibnu Rajab Al Hambali)

Al Hasan rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah membuka tahun dengan bulan yang suci dan menutupnya dengan bulan yang suci pula. Dan tidaklah ada bulan dalam setahun yang lebih agung di sisi Allah setelah bulan Ramadhan kecuali bulan Muharram.” (Lathaiful Ma’arif hal 67, karya Ibnu Rajab Al Hambali)

Bulan Muharram merupakan bulan yang Allah utamakan. Sisi keutamaannya adalah bahwa berpuasa di bulan ini lebih utama daripada berpuasa di bulan yang lain selain bulan Ramadhan, sebagaimana terdapat dalam hadits yang shahih dari Nabi shalallahu ‘alai wa sallam, “Puasa paling utama setelah puasa bulan Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Al Muharram.” (HR. Muslim)

Adapun hadits yang menceritakan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa apa yang paling utama setelah puasa Ramadhan, kemudian beliau menjawab, “Puasa pada bulan Sya’ban dalam rangka mengagungkan Ramadhan.” Kemudian beliau ditanya lagi tentang sedekah apa yang paling utama, kemudian beliau menjawab,”Sedekah di bulan Ramadhan.” Hadits tersebut adalah hadits yang mungkar begitu pula dengan hadits: “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Sya’ban.”

Imam An Nawawi berkata dalam kitab Al Adzkar,”Makruh hukumnya menamai bulan Muharram dengan Shafar karena hal tersebut merupakan kebiasaan jahiliyah.” (Al Adzkar hal.313, karya An Nawawi)

Ibnu ‘Allan mengatakan,” As Suyuthi berkata: Aku ditanya” Mengapa bulan Muharram dikhususkan dengan sebutan “Syahrullah Al Muharram” sedangkan bulan yang lain tidak. Padahal, ada bulan lain yang menyamai keutamaannya atau bahkan lebih utama darinya semisal Ramadhan?” Maka diantara jawaban yang aku temukan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah bahwa penamaan bulan Muharram dengan istilah Al Muharram adalah penamaan yang islami, berbeda dengan bulan selainnya di masa jahiliyah. Karena nama bulan Muharram di masa jahiliyah adalah “Shafar Al Awwal” (bulan Shafar yang pertama). Kemudian bulan setelahnya dinamakan “Shafar Ats Tsani” ( bulan shafar yang kedua). Ketika islam datang, maka Allah menamai bulan Muharram yang tadinya bernama “Shafar Al Awwal” menjadi “Al Muharram”, maka Allah kemudian menggandengkan nama bulan ini dengan namanya (sehingga menjadi: Syahrullah Al Muharram). Ini merupakan faidah yang sangat menarik dan berharga yang aku lihat dalam kitab Al Jamharah” (Al Futuhat Ar Rabaniyyah bi Syarhi Al Adzkaar An Nabawiyyah 7/100, karya Ibnu ‘Allan)

Diantara kekeliruan yang dilakukan banyak orang adalah menyebut bulan ini dengan lafadz “muharram” tanpa ada hurul alif dan lam di awalnya. Penyebutan yang benar adalah dengan lafadz “al muharram” karena orang arab tidaklah menyebut bulan ini kecuali dalam bentuk mu’arraf (mengandung huruf alif dan lam) dan demikian pulalah yang disebutkan dalam berbagai hadits yang mulia dan berbagai syair arab. (Tashwibul Mafaahim hal 75). Tidaklah huruf alif dan lam masuk dalam nama bulan kecuali untuk bulan Muharram.

Bulan Muharram dan Puasa Asyura’

Hari Asyura’ adalah hari kesepuluh di bulan Muharram menurut mayoritas ulama. Hari tersebut merupakan hari yang mulia, diberkahi, agung kedudukannya, dan memiliki keutamaan yang besar. Diantara keutamaan hari Asyura’ adalah:

1. Pada Hari Asyura’ Allah ta’ala Menyelamatkan Musa dan Bani Israil serta Menenggelamkan Fir’aun dan Pengikutnya.

Dari Ibnu Abas radhiallahu ‘anhuma , beliau mengatakan, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tiba di kota Madinah dan beliau menjumpai orang Yahudi dalm keadaan berpuasa pada hari Asyura’. Maka beliau bertanya kepada mereka, “Hari apa ini yang kalian berpuasa di dalamnya?” Mereka menjawab, ”Ini merupakan hari yang agung dimana Allah ta’ala menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun dan pengikutnya. Sehingga Musa berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk syukur, sehingga kami pun berpuasa sebagaimana beliau.” Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Kami lebih berhak terhadap Musa dari kalian.” Beliau pun berpuasa pada hari tersebut dan memerintahkannya.” (HR. Bukhari-Muslim)

2. Puasa di Hari Asyura’ Dapat Menghapus Dosa Setahun yang Lalu.

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai puasa di hari Asyura’, “Aku berharap bisa menghapus dosa setahun sebelumnya.” (HR. Muslim)

3. Puasa di Hari Asyura’ Merupakan Puasa yang Sangat Nabi Inginkan Keutamaannya Dibandingkan Hari yang Lain.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa beliau ditanya tentang puasa di hari Asyura’, maka beliau menjawab, “ Tidaklah aku melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada satu hari yang sangat beliau inginkan mendapat keutamaannya dibandingkan hari yang lain kecuali hari ini – yaitu hari Asyura’-, dan bulan ini –yaitu Ramadhan-.” (HR. Bukhari-Muslim)

Disunnahkan untuk berpuasa di tanggal sembilan Muharram beserta tanggal sepuluhnya, karena hal ini merupakan keadaan akhir yang dilakukan Nabi ketika melakukan puasa Asyura’.

Diantara perbuatan yang keliru adalah berpuasa pada tanggal sembilan Muharram saja, sedangkan yang diajarkan dalam hadits shahih adalah berpuasa pada tanggal sepuluh saja atau pada tanggal sembilan dan sepuluh. Adapun menambahkannya dengan tanggal sebelas, maka sebagian ulama menilai bahwa hadits yang menyebutkan tanggal sebelas Muharram adalah hadits yang dha’if.

Beberapa Bid’ah Berkaitan Dengan Bulan Muharram

Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, ”Tidak ada satu dalil pun yang shahih dalam syariat berkenaan dengan dzikir dan doa awal tahun, yaitu untuk awal hari atau malam memasuki bulan Muharram. Banyak orang yang membuat doa, dzikir, berbagai peringatan, saling mengucapkan selamat, berpuasa di hari pertama awal tahun, menghidupkan malam di hari pertama bulan Muharram dengan sholat, dzikir, doa, berpuasa di akhir tahun dan berbagai hal lainnya yang ternyata tidak ada dalilnya.” (Tas-hihud Du’aa’ hal.107-108, karya syaikh Bakr abu Zaid)

Berkaitan dengan ini, berikut ini adalah diantara bid’ah yang dilakukan di bulan Muharram:

1. Membuat Perayaan Masuknya Tahun Baru Hijriyah dan Saling Mengucapkan Selamat dengan Datangnya Tahun Baru.

Betapa merasa sakitnya seorang muslim ketika melihat jama’ah kaum muslimin, baik individu maupun masyarakatnya merayakan tahun baru hijriyyah sedangkan ketika merayakannya mereka lupa berdasar perintah siapa mereka merayakan perayaan tersebut. Apakah berdasar perintah Allah dalam Kitab-Nya? Ataukah berdasarkan perintah Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam? Ataukah mereka melakukan demikian karena meneladani para sahabat radhiallahu ‘anhum? Sesungguhnya diantara kekeliruan yag sangat jelas adalah ketika kaum muslimin lebih memilih melakukan hal-hal yang tidak berdalil baik dari Al Qur’an maupun sunnah Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam.

2. Peringatan Hijrahnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagian orang di zaman ini tidaklah mengetahui hijrahnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kecuali sebagai memoar yang dibacakan sekali tiap tahun dan diadakanlah berbagai perayaan, khutbah, dan berbagai ceramah keagamaan dalam jangka waktu beberapa hari kemudian selesai dan dilupakan sampai tiba tahun selanjutnya tanpa adanya pengaruh sedikitpun pada perilaku dan amalan mereka. Oleh karena itulah Anda jumpai sebagian mereka tidak berhijrah dari negeri musyrik ke negeri Islam sebagaimana hijrahnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan sebaliknya, banyak di antara mereka yang berpindah dari negeri Islam ke negeri musyrik bukan karena alasan apapun selain hanya untuk mencari kemewahan dan hidup di sana dengan kebebasan hewani -wal iyadzu billah-.

3. Mengkhususkan Hari Pertama di Awal Tahun dengan Berpuasa dengan Niat Membuka Tahun Baru Tersebut dengan Puasa.

Begitu pula mengkhususkan berpuasa selama sehari di hari terakhir tahun tersebut dengan niat sebagai ucapan selamat tinggal untuk tahun tersebut dengan berdalil menggunakan hadits palsu: “Barangsiapa yang berpuasa di hari terakhir bulan Dzulhijjah dan hari pertama di bulan Muharram, dia telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa, maka Allah akan menjadikannya sebagai penebus dosa baginya selama lima puluh tahun.”

4. Menghidupkan Malam Pertama di Bulan Muharram untuk Melakukan Ibadah.

Syaikh Abu Syamah mengatakan, ”Tidak ada satu pun dalil yang menuntunkan suatu amalan tertentu di malam pertama bulan Muharram. Aku telah mencari di berbagai riwayat baik yang shahih maupun yang dha’if dan dalam hadits-hadits maudhu’, tetapi tidak aku jumpai satu pun yang menyebutkan tentang hal tersebut.” (Al Ba’its ‘ala Inkaril Bida’ wal Hawadits hal.239)

5. Mengkhususkan Awal Tahun Hijriyah untuk Melakukan Umrah Sebagaimana yang Dilakukan Sebagian Orang di Bulan Muharram.

6. Membuat Doa Khusus di Hari Pertama Tahun Baru yang Dinamakan dengan Doa Awal Tahun.

Semua hal tadi merupakan amalan yang tidak ada satu dalil shahih pun yang menuntunkan untuk melakukannya. Hendaknya kita merasa cukup dengan ajaran Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau, dan sejelek-jelek perkara dalam agama adalah amalan ibadah baru yang diada-adakan.

(Disarikan dari kitab “Lathaiful Ma’arif” karya Ibnu Rajab Al Hambali dan “Bida’ wa Akhtha’ Tata’allaqu bil Ayyaam Wa syuhur” karya Ahmad bin Abdullah As Sulami oleh Rizki Amipon Dasa)